Ingin tahu soal 5 Destinasi Super Prioritas,klik di sini ya!
Menikmati Racikan Kopi dari Barista Difabel

Menikmati Racikan Kopi dari Barista Difabel

1

Hingga saat ini masih ada beberapa pihak yang memandang sebelah mata para penyandang disabilitas, termasuk dalam kesempatan kerja yang ditawarkan. Padahal meski memiliki keterbatasan fisik, penyadang difabel juga memiliki skill mumpuni.

Sektor ekonomi kreatif termasuk salah satu sektor yang ramah difabel. Bahkan telah banyak teman difabel yang mendapatkan kepercayaan untuk bekerja di sektor ekonomi kreatif, khususnya di subsektor kuliner. Contohnya menjadi barista di coffee shop kekinian yang ada di Indonesia.

Mungkin bagi masyarakat awam meracik kopi hingga menghasilkan kopi yang lezat bukanlah perkara mudah, begitu juga dengan teman difabel. Keterbatasan tidak jadi penghalang mereka untuk menyerah.

Hal ini bisa dilihat dari antusias teman difabel yang mengikuti kelas barista di Banyuwangi. Meskipun seluruh peserta tuli dan bisu, tidak menghalangi mereka untuk mengikuti pelatihan teknik pengolahan biji kopi hingga menjadi siap minum, bersama mentor yang berpengalaman.

Pelatihan pun dilakukan langsung dengan praktik. Para calon barista difabel diajak untuk mencicipi biji kopi, belajar cara menyangrai kopi secara manual dan mesin, hingga teknik penyeduhan dan penyajian yang benar agar mendapatkan cita rasa kopi yang pas dan lezat.

Kegigihannya dalam berlatih, mengikuti pelatihan, dan berjuang untuk menjadi barista profesional inilah yang membuat teman difabel dilirik banyak pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Perjuangannya pun membuahkan hasil, pasalnya saat ini sudah banyak barista difabel yang tak kalah hebat dari barista lainnya.

Barista Difabel

Salah satu coffee shop yang mempekerjakan barista difabel adalah More Cafe Bandung. Coffee shop ini dikelola Badan Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna, sebuah lembaga yang dinaungi oleh Kementerian Sosial RI. Tujuannya adalah untuk memenuhi hak disabilitas dalam dunia pekerjaan.

Menariknya BRSPDSN berkolaborasi dengan Siloam Center for The Blind of Korea, mengadakan pelatihan barista gratis bagi disabilitas netra. Semua pelatihan dilakukan dari nol, mulai dari teknik penyeduhan kopi menggunakan mesin, manual, hingga materi manajerial diterima para teman difabel.

Selain di Bandung, di kawasan Jabodetabek juga ada beberapa coffee shop yang memiliki barista difabel, antara lain Kito Rato, Kopi Tuli, dan Sunyi House of Coffee and Hope. Seluruh makanan dan kopi di coffee shop ini diracik oleh penyandang disabilitas tuli. Bahkan, saat memesan makanan pun kita juga harus menggunakan bahasa isyarat, karena kasirnya disabilitas tuli.

Para pendiri Kopi Tuli (kiri), suasana Kafe Tuli (kana). Sumber foto: dokumentasi Kopi Tuli  @koptul.id

Cerita Difabel Membangun Bisnis Kopi Sendiri

Selain bekerja di coffee shop, ternyata ada teman difabel yang berhasil membangun bisnis kopinya sendiri. Contohnya adalah Kopi Tuli di Depok, dan Kito Rato di Tangerang Selatan.

Cerita menarik mengawali kedai kopi unik bernama Kito Rato, yang dibangun oleh tiga orang disabilitas: Rahmat Susanto, Muhamad Rizki, dan Rendy. Meskipun memiliki keterbatasan fisik, ketiga pemuda ini pun tetap berlatih meracik kopi untuk menghasilkan minuman yang lezat. Tidak main-main, berkat keseriusannya mereka pun telah memiliki sertifikasi sebagai barista kopi!

Selain Kito Rato, ada juga kisah perjuangan yang terus dilakukan para pendiri Kopi Tuli. Rasa optimisme yang tinggi mengawali Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso, Mohammad Andhika Prakoso, dan Tri Erwinsyah Putra selaku para pendiri Kopi Tuli untuk membuat Kafe Tuli dan Kopi Tuli (KopTul).

“Kopi Tuli bisa dibilang sebagai jawaban atas kekecewaan saya dan beberapa teman karena sulit mendapat pekerjaan. Jadi, kami ingin menciptakan peluang usaha sendiri melalui industry kopi untuk memabangun kemandirian ekonomi bagi teman-teman disabilitas, khususnya tuli, yang kegiatannya dikerjakan juga oleh teman tuli,” tutur Tri Erwinsyah, salah seorang pendiri Kopi Tuli.

Seluruh pegawai hingga barista di coffee shop ini pun adalah penyandang tuna rungu. Dari sinilah kemudian Kopi Tuli akan menjadi “jembatan” antara teman tuna rungu dan teman dengar untuk berkomunikasi melalui bahasa isyarat.

Menariknya, di Kopi Tuli disediakan program pelatihan barista tuli dan juga untuk umum. Ada juga program yang dilakukan pelatihan dengan konsep goes to school, kampus dan kantor untuk sosialisasi Bahasa Isyarat. Ini adalah bagian dari program jangka pendek, menengan dan jangka panjang yang akan dilakukan komunitas teman tuli di Kopi Tuli.

“Saya ingin sukses bersama teman-teman tuli lainya. Jadi, jangan takut untuk membuka usaha, kembangkan kreativitas dan keahlian juga. Teman tuli tidak boleh takut dianggap berbeda dan jangan menyerah. Kedepannya, saya pribadi ingin makin banyak masyarakat yang paham dan bisa menggunakan Bahasa Isyarat di Indonesia karena ini akan mempermudah komunikasi kami dengan orang lain,” tambah Tri Erwinsyah.

Dalam obrolan singkatnya kepada Kemenparekraf, Tri juga berharap agar semua teman tuli di daerah di Indonesia untuk saling mendukung agar dapat bersosialisasi dan berkontribusi untuk masyarakat tanpa batas. Jika kalah pengalaman, belajarlah hal baru. Itu akan mengajarkan teman tuli kerendahan hati dan akan bekerja lebih keras.

Melihat cerita di atas, tentu sudah selayaknya kita tidak memandang sebelah mata teman difabel. Menjadi barista hanya salah satu dari sekian banyak pekerjaan yang mampu dilakukan para teman difabel. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pun terus berusaha menjadi tempat yang ramah difabel.

Foto Cover: Suasana pelatihan Barista di Kafe Tuli. (Dokumentasi @Koptul.id)

Kemenparekraf / Baparekraf
Kemenparekraf/Baparekraf RI20 Agustus 2021
3081
© 2024 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif